Definisi Inflamasi
Menurut Mycek et al. (2001) inflamasi adalah suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau suatu zat mikrobiologik. Inflamasi merupakan usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur zat perbaikan jaringan.
Menurut Abrams (1994) inflamasi adalah reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan intertisial pada daerah cedera atau nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan, merupakan suatu proses pertahanan yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis serta pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Tanda-tanda Inflamasi
Wilmana (1995), Robbins dan Kumar (1995), serta Abrams (1994) menyebutkan bahwa gejala proses inflamasi yang sudah dikenal adalah kemerahan (rubor), panas (calor), rasa nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (functio laesa).
a. Kemerahan (rubor)
Kemerahan atau rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai darah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1994).
b. Panas (calor)
Panas atau calor biasanya terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut (Abrams, 1994). Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan dapat juga karena adanya pirogen yang menggangu pusat pusat pengatur panas dihipotalamus (Kee dan Hayes, 1996). Sebenarnya, panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370C, yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab daerah (pada suhu 370C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak dari pada yang disalurkan ke daerah normal (Abrams, 1994).
c. Rasa nyeri (Dolor)
Rasa nyeri atau dolor dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara, perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf, dan pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang pasti dapat menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1994).
d. Pembengkakan (tumor)
Pembengkakan atau tumor merupakan akibat eksudasi disertai peningkatan cairan intertisial (Robbins dan Kumar, 1995). Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Abrams, 1994).
e. Gangguan fungsi (functio laesa)
Gangguan fungsi atau functio laesa adalah reaksi peradangan yang telah dikenal. Mudah untuk mengerti mengapa bagian yang bengkak dan sakit disertai sirkulasi yang abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal berfungsi secara abnormal (Abrams, 1994). Hiperemia pada radang akan meningkatkan suhu lingkungan mikro sel-sel yang mengganggu fungsi enzim, atau meningkatnya aktivitas metabolisme pada lokasi radang akan menurunkan pH dan mengganggu fungsi dengan cara tersebut (Robbins dan Kumar, 1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar